Minggu, 15 April 2012

Dulu, aksi brutal geng motor ditunjukkan oleh anggota geng motor tersebut untuk unjuk identitas. Mereka membutuhkan aksi kekerasan supaya keberadaan mereka diakui dan ditakuti orang.

Dalam sudut pandang kejiwaan, yang mereka lakukan adalah suatu bentuk displacement (salah pindah/pelampiasan) dari semangat mereka yang tidak terkontrol. Displacement adalah salah satu bentuk reaksi adaptasi yang disebut Mekanisme Pembelaan Ego (MPE). Karena displacement adalah sebuah reaksi, dapat dipastikan ada aksi yang menjadi pemicunya.
Inilah yang perlu kita tahu,
Ketika mereka turun ke jalan, mereka membawa identitas moral dan kepribadian sebagai anggota geng.

Geng motor tidak akan melakukan penyerangan impulsif. Tanpa perencanaan matang, tanpa sasaran spesifik dan tanpa motif instrumental.
Impulsif itu bukan berarti kelompok tersebut tidak melakukannya secara rasional. Tapi ketika mereka berhimpun sebagai geng maka yang terbentuk adalah kepribadian geng. Sebagai geng mereka butuh identitas. Tapi sepertinya mereka tidak memiliki kemampuan ekstra untuk membangun identitas secara positif.

Antara Emosi dan Mental

Tingkatan emosi baik bersifat negatif maupun positif seseorang dengan orang yang lain dibedakan dalam hal cara berpikir, berbicara, dan bertindak. Bila seseorang mempunyai emosi negatif yang sangat ekstrem dan tidak mampu mengontrol diri sendiri, mulai dari cara berpikir dipastikan mempunyai nilai negatif yang tinggi, diwujudkan dalam berbicara yang negatif dan disertai tindakan negatif. Contohnya merusak, membakar, membunuh, atau bahkan bom bunuh diri dengan sasaran sebanyak-banyak korban yang dipandang telah merugikan atau tidak mengikuti kemauan si pemilik emosi negatif itu.

Bila ditanya kenapa geng motor selalu diikuti oleh agenda negatif? Hal tersebut tidak benar selalu terjadi, sebab ada juga geng motor yang dulunya negatif sekarang sudah bersosialisasi dan beradaptasi dengan mengutamakan hal dan kegiatan positif seperti klub Moonraker, salah satu komunitas motor yang berani terbuka dan melakukan perubahan ke arah yang lebih positif.

Geng motor yang dilakukan untuk tujuan benar dan murni tidak mungkin akan melakukan perbuatan negatif seperti merusak fasilitas umum, membakar, menganiaya bahkan membunuh. Namun, fakta di lapangan akan berbeda bila pada geng motor tersebut sudah ada agenda khusus yang membonceng. Jadi saya pribadi lebih yakin bila emosi dan mental negatif bukan milik semua geng motor. Sebab, faktanya mereka dapat memilih mana yang harus dijadikan sasaran dan mana yang tidak pantas jadi sasaran.

Sesuai dengan penelusuran saya dari berbagai fakta peristiwa yang terjadi di Jakarta beberapa pekan lalu, anggota geng motor yang melakukan penyerangan ialah kelompok besar dan yang menjadi korbannya adalah kelompok kecil atau sekumpulan orang yang jumlahnya tidak terlalu banyak.
Para korban yang terluka pun mengaku sama sekali tidak mempunyai masalah atau terlibat keributan dengan pihak manapun sebelum peristiwa penyerangan terjadi.

Polisi sebaiknya tidak hanya berfokus kepada motif dari aksi-aksi tersebut. Polisi perlu melihat pola di wilayah mana dan pada pukul berapa kelompok tersebut sering beraksi.
Disitulah polisi berpatroli. Disitulah petunjuknya. Polisi tidak boleh lamban. Kalau mereka yang masih baru dan sedang mencari ke-khas-an gengnya ini diberitakan besar-besaran, sedangkan respons polisi lamban, itu justru akan jadi area kekuatan mereka.

Salam persaudaraan dari kami! peace, love, unity, respect and brotherhood everywhere! one for all all for one !
Sebenarnya geng-geng motor sudah ada dari tahun 1978. Yang namanya melegenda saat itu adalah geng motor "M2R" atau Moonraker.
Ya, Bandung lautan gangster sudah mendarah daging dikarenakan sudah ada sejak dari dulu. Disaat geng motor & gangster diseluruh dunia sedang naik daun, seperti di Jepang tahun 70an geng motor lagi jaman, di Amerika gangster tahun 70an baru-baru naik, di Korea tahun 70an juga sama kaya di Jepang dan sama halnya dengan di Bandung tahun 70an ada Moonraker.

Pada saat acara Jambore otomotif yang diadakan oleh IMI tahun 2010 sangat disayangkan terjadi bentrokan antar geng motor yang menelan korban. Hal ini mesti dijadikan pelajaran bagi seluruh insan bikers agar tidak mudah terprovokasi oleh oknum dari anggotanya sendiri. Dan siapa sebenarnya yang patut disalahkan ?

Dalam blog yang saya buat dan saya kutip dari beberapa artikel ini mungkin berguna bagi anda yang ingin mengetahui latar belakang dari para remaja yang mengikuti aktivitas daripada geng-geng motor.


1. Geng Motor Dari Segi Sosiologi Dan Hukum

Geng motor merupakan kelompok sosial yang memiliki dasar tujuan yang sama atau asosiasi yang dapat disebut suatu paguyuban tapi hubungan negatif dengan paguyuban yang tidak teratur dan cenderung melakukan tindakan anarkis. Salah satu kontributor dari munculnya tindakan anarkis adalah adanya keyakinan/anggapan/perasaan bersama (collective belief). Keyakinan bersama itu bisa berbentuk, katakanlah, siapa yang cenderung dipersepsi sebagai maling (dan oleh karenanya diyakini “pantas” untuk dipukuli) ; atau situasi apa yang mengindikasikan adanya kejahatan (yang lalu diyakini pula untuk ditindaklanjuti dengan tindakan untuk, katakanlah, melawan).
Dalam pendapatnya Radam diatas, media-massa dalam hal ini amat efektif menanamkan citra, persepsi, pengetahuan ataupun pengalaman bersama tadi. Maka, sesuatu yang mulanya kasus individual, setelah disebarluaskan oleh media-massa lalu menjadi pengetahuan publik dan siap untuk disimpan dalam memori seseorang. Memori tersebut pada suatu waktu kelak dapat dijadikan referensi oleh yang bersangkutan dalam memilih model perilaku. Adanya keyakinan bersama (collective belief) tentang suatu hal tersebut amat sering dibarengi dengan munculnya geng, simbol, tradisi, graffiti, ungkapan khas dan bahkan mitos serta fabel yang bisa diasosiasikan dengan kekerasan dan konflik.
Pada dasarnya kemunculan hal-hal seperti simbol geng, tradisi dan lain-lain itu mengkonfirmasi bahwa masyarakat setempat mendukung perilaku tertentu, bahkan juga bila diketahui bahwa itu termasuk sebagai perilaku yang menyimpang Adanya dukungan sosial terhadap suatu penyimpangan, secara relatif, memang menambah kompleksitas masalah serta, sekaligus kualitas penanganannya.
Secara perilaku, dukungan itu bisa juga diartikan sebagai munculnya kebiasaan (habit) yang telah mendarah-daging (innate) dikelompok masyarakat itu. Adanya geng-geng motor seperti “XTC, BRIGEZ, GBR, M2R”. Maka adanya pula kecenderungan peningkatan anarki di masyarakat, sadarlah kita bahwa kita berkejaran dengan waktu. Pencegahan anarki perlu dilakukan sebelum tindakan itu tumbuh sebagai kebiasaan baru di masyarakat mengingat telah cukup banyaknya kalangan yang merasakan “asyik”-nya merusak, menjarah, menganiaya bahkan membunuh dan lain-lain tanpa dihujat apalagi ditangkap.
Para pelaku geng motor memang sudah menjadi kebiasaan untuk melanggar hukum. “Kalau soal membuka jalan dan memukul spion mobil orang itu biasa dan sering dilakukan pada saat konvoi.
Setiap geng memang tidak membenarkan tindakan itu, tapi ada tradisi yang tidak tertulis dan dipahami secara kolektif bahwa tindakan itu adalah bagian dari kehidupan jalanan. Apalagi jika yang melakukannya anggota baru yang masih berusia belasan tahun. Mereka mewajarkannya sebagai salah satu upaya mencari jati diri dengan melanggar kaidah hukum. Kondisi seperti ini sangat memprihatinkan dan perlu penyikapan yang bijaksana. Dalam konteks penanganan kejahatan yang dilakukan anak-anak dan remaja masih diperdebatkan apakah sistem peradilan pidana harus dikedepankan atau penyelesaian masalah secara musyawarah (out of court settlement) tanpa bersentuhan dengan sistem peradilan pidana yang lebih dominan walaupun dalam sistem hukum pidana positif kita, penyelesaian perkara pidana tidak mengenal musyawarah.

Dalam kutipan dari sebuah artikel pikiran rakyat :
Betapa rentan dan lemahnya anak-anak atau remaja yang melakukan kejahatan dapat dilihat dari bunyi pasal 45 KUHP.
KUHP kita tidak memberi ruang sedikit pun untuk menyelesaikan kejahatan-kejahatan yang dilakukan anak selain melalui sistem peradilan pidana yang sering dikatakan selalu memberikan penderitaan kepada pihak-pihak yang terlibat di dalamnya khususnya pelaku kejahatan baik pelaku dewasa maupun pelaku anak-anak dan remaja.
Peradilan pidana bagi anak-anak pelaku kejahatan mempunyai dua sisi yang berbeda, di satu sisi sebagaimana diakui konvensi anak-anak, bahwa anak-anak perlu perlindungan khusus. Di sisi lain, "penjahat anak-anak" ini berhadapan dengan posisi masyarakat yang merasa terganggu akibat perilaku jahat dari anak-anak dan remaja tersebut. Kemudian juga anak-anak dan remaja ini akan berhadapan dengan aparat penegak hukum yang secara sempit hanya bertugas melaksanakan undang-undang sehingga pelanggaran dan tata cara perlindungan terhadap pelaku anak, rentan terjadi.
Sebetulnya perhatian kita terhadap perlindungan anak-anak dan remaja pelaku kejahatan harus semakin meningkat. Dunia internasional pun sejak 1924 dalam deklarasi hak-hak anak kemudian diperbarui 1948 dalam deklarasi hak asasi manusia dan mencapai puncaknya dalam Deklarasi Hak anak (Declaration on The Rights of Child) 1958 menegaskan karena alasan fisik dan mental serta kematangan anak-anak, maka anak-anak membutuhkan perlindungan serta perawatan khusus termasuk perlindungan hukum.
Manakala anak-anak dan remaja pelaku kejahatan tersebut bersentuhan dengan sistem peradilan pidana, masyarakat meyakini bahwa mereka sedang belajar di akademi penjahat. Hasil yang dikeluarkan oleh sistem peradilan pidana hanya akan menghasilkan penjahat-penjahat baru.
Kegetiran ataupun masalah-masalah yang dihadapi anak dalam menghadapi sistem peradilan pidana tentu harus ada perhatian dan penyelesaian yang baik, namun kita juga tidak perlu mengabaikan terlaksana hukum dan keadilan, sebab peradilan menunjukkan kepada kita bahwa penyelesaian melalui pengadilan dilakukan secara benar (due process of law) demi kepentingan pelaku anak-anak dan remaja serta masyarakat di lain pihak.
Satu hal penting dalam peradilan anak adalah segala aktivitas harus dilakukan atau didasarkan prinsip demi kesejahteraan anak dan demi kepentingan anak itu sendiri tanpa mengorbankan kepentingan masyarakat mengingat setiap perkara pidana yang diputus pengadilan tujuannya adalah demi kepentingan publik. Akan tetapi, kepentingan anak tidak boleh dikorbankan demi kepentingan masyarakat
Dalam dunia akademis penanganan delik anak selalu terfokus kepada usaha penal dengan cara menggunakan hukum pidana dan usaha nonpenal yang lebih mengedepankan usaha-usaha di luar penggunaan hukum pidana (preventif). Pendekatannya lebih mengedepankan pendekatan khusus dengan alasan pertama bahwa anak yang melakukan kejahatan jangan dipandang sebagai seorang penjahat, tetapi harus dipandang sebagai anak yang memerlukan kasih sayang. Kedua, kalaupun akan dilakukan pendekatan yuridis hendaknya lebih mengedepankan pendekatan persuasif, edukatif, serta psikologi. Pendekatan penegakan hukum sejauh mungkin dihindari karena akan menjatuhkan mental dan semangat anak tersebut untuk kembali ke jalan yang benar. Ketiga, tata cara peradilan pidana kalaupun akan dilakukan haruslah benar-benar mencerminkan peradilan yang dapat memberikan kasih sayang kepada anak-anak dan remaja tersebut.
Perlindungan hukum terhadap anak-anak dan remaja yang melakukan tindak pidana telah diberikan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak di samping instrumen hukum internasional berupa konvensi-konvensi yang dikeluarkan Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa seperti Beijing Rules. akan tetapi, secara subtansi masih terlihat bahwa UU tentang Pengadilan Anak ini masih mengedepankan penggunaan sanksi pidana baik pidana badan maupun pidana lainnya sehingga apa yang diharapkan kepada tindakan persuasif dan edukatif belum terlihat.
Dalam pengadilan anak semestinya dikembangkan konsep-konsep seperti famili model dalam sistem peradilan pidana, pelaku kejahatan apalagi anak-anak diperlakukan sebagai sebuah anggota keluarga yang tersesat dalam mengarungi kehidupan sehingga penyelesaiannya lebih mengedepankan memberikan kesempatan dan membimbing pelaku kejahatan supaya kembali lagi kepada kehidupan yang sejalan dengan norma masyarakat dan norma hukum.
Tidak kalah pentingnya dalam penanganan anak-anak delikuen apabila menggunakan sarana penal melalui sistem peradilan pidana adalah kesempatan menggunakan penasihat hukum atau access to legal council. Di samping hak-hak lain yang harus dibedakan dengan pelaku dewasa. Kesempatan anak-anak pelaku kejahatan menghubungi keluarganya harus dibuka lebar-lebar oleh polisi, jaksa, maupun pengadilan mengingat seluruh subsistem peradilan pidana ini pun mempunyai kewajiban memikirkan nasib anak-anak dan remaja pelaku kejahatan ini baik ketika menjalani hukuman maupun setelah keluar dari lembaga pemasyarakatan.
Sebetulnya, ruang pengadilan yang ada sekarang ini tidak kondusif bagi peradilan pidana terhadap anak-anak delikuen. Harus diciptakan suasana ruang pengadilan yang betul-betul mencerminkan perlindungan hukum, perlindungan mental, dan suasana kasih sayang terhadap anak-anak dan remaja pelaku kejahatan sehingga kejadian terdakwa yang anak-anak menangis di pengadilan tidak terulang lagi. Pengadilan harus bisa menciptakan atau memutuskan perkara-perkara yang melibatkan anak-anak dan remaja ke arah putusan yang menjadikan pelaku anak itu menjadi baik serta menjamin hak-hak masyarakat tidak terabaikan.

2. Solusi Meminimalisir Geng-geng Motor.

Mengapa ada sebagian kalangan remaja yang mudah terbujuk untuk mengikuti geng motor?
Benarkah seluruh fenomena itu sekadar persoalan psikologis, ataukah justru lebih bercorak sosiologis?
Apabila problem sosial itu dilihat dari perspektif psikologistis, maka penilaian yang muncul adalah kaum remaja yang menjadi anggota geng motor tersebut sedang melampiaskan hasrat tersembunyinya.
Dalam bahasa psikoanalisis Sigmund Freud (1856-1939), kaum remaja itu lebih mengikuti kekuatan id (dorongan-dorongan agresif) ketimbang superego (hati nurani). Keberadaan ego (keakuan) mereka gagal untuk memediasi agresivitas menjadi aktivitas sosial yang dapat diterima dengan baik dalam kehidupan sosial (sublimasi).
Namun, pendekatan psikologis itu sekadar mampu mengungkap persoalan dalam lingkup individual. Itu berarti nilai-nilai etis yang berdimensi sosial cenderung untuk dihilangkan. Padahal, kehadiran geng motor lebih banyak berkaitan dengan problem sosiologis.
Definisi tentang geng itu sendiri sangat jelas identik dengan kehidupan berkelompok. Hanya saja geng memang memiliki makna yang sedemikian negatif. Geng bukan sekadar kumpulan remaja yang bersifat informal. Geng dalam bahasa Inggris adalah sebuah kelompok penjahat yang terorganisasi secara rapi. Dalam konsep yang lebih moderat, geng merupakan sebuah kelompok kaum muda yang pergi secara bersama-sama dan seringkali menyebabkan keributan. Tentunya sangat banyak faktor penyebab remaja terjerumus ke dalam kawanan geng motor. Namun, salah satu penyebab utama mengapa remaja memilih bergabung dengan geng motor adalah KURANGNYA PERHATIAN DAN KASIH SAYANG ORANGTUA. Hal ini bisa jadi disebabkan oleh terlalu sibuknya kedua orang tua mereka dengan pekerjaan, sehingga perhatian dan kasih sayang kepada anaknya hanya diekspresikan dalam bentuk materi saja. Padahal materi tidak dapat mengganti dahaga mereka akan kasih sayang dan perhatian orang tua.
Pada dasarnya setiap orang menginginkan pengakuan, perhatian, pujian, dan kasih sayang dari lingkungannya, khususnya dari orang tua atau keluarganya, karena secara alamiah orang tua dan keluarga memiliki ikatan emosi yang sangat kuat. Pada saat pengakuan, perhatian, dan kasih sayang tersebut tidak mereka dapatkan di rumah, maka mereka akan mencarinya di tempat lain. Salah satu tempat yang paling mudah mereka temukan untuk mendapatkan pengakuan tersebut adalah di lingkungan teman sebayanya. Sayangnya, kegiatan-kegiatan negatif kerap menjadi pilihan anak-anak broken home tersebut sebagai cara untuk mendapatkan pengakuan eksistensinya.
Faktor lain yang juga ikut berperan menjadi alasan mengapa remaja saat ini memilih bergabung dengan geng motor adalah kurangnya sarana atau media bagi mereka untuk mengaktualisasikan dirinya secara positif.
Remaja pada umumnya, lebih suka memacu kendaraan dengan kecepatan tinggi. Namun, ajang-ajang lomba balap yang legal sangat jarang digelar. Padahal, ajang-ajang seperti ini sangat besar manfaatnya, selain dapat memotivasi untuk berprestasi, juga sebagai ajang aktualisasi diri. Karena sarana aktualisasi diri yang positif ini sulit mereka dapatkan, akhirnya mereka melampiaskannya dengan aksi ugal-ugalan di jalan umum yang berpotensi mencelakakan dirinya dan oranglain.

Kutipan dari Pikiran Rakyat : "Solusi Alternatif Kepala Dinas Pendidikan Kota Bandung, Oji Mahroji, menginstruksikan kepada seluruh Kepala Sekolah agar tidak segan-segan menindak siswanya yang terbukti terlibat dalam organisasi geng motor, kalau perlu dikeluarkan dari sekolah. Diharapkan, tindakan tersebut dapat menekan jumlah anggota geng motor dan aksi brutal mereka."
Sebenarnya tindakan tersebut tidak sepenuhnya efektif. Butuh keberanian yang besar dan beresiko tinggi untuk melakukannya. Salah satu solusi yang bisa memperbaiki keadaan mereka secara efektif adalah peran; kepedulian; dan kasih sayang orang tua mereka sendiri.
Solusi ini akan lebih efektif, mengingat penyebab utama mereka memilih geng motor sebagai bagian kehidupannya adalah karena mereka merasa jauh dari kasih sayang orang tua. Dalam menterapi anaknya yang sudah terlanjur terlibat anggota geng motor, orang tua bisa bekerja sama dengan psikolog yang mereka percayai. Sehingga secara pasikologis sedikit demi sedikit anak akan mendapatkan kembali kenyamanan berada dalam kasih sayang orang tua serta Penanaman Nilai-nilai Agama sebagai upaya preventif terhadap peningkatan jumlah anggota geng motor di kemudian hari, perlu dilakukan penanaman nilai-nilai agama sejak dini. terutama tentang akhlaq (moral dan etika). Dengan begitu anak akan mengetahui mana yang layak dilakukan dan mana yang tidak boleh dilakukan. Sehingga pada saat mereka sudah mulai berinteraksi dengan masyarakat mereka tahu batasan-batasan dan aturan yang harus dipatuhi.

Selain itu bagaimana melakukan pengendalian atau kontrol sosial atas merebaknya geng motor itu?
Dalam literatur sosiologi (Paul B Horton dan Chester L Hunt, 1964: 140-146, dan Alex Thio, 1989: 176-182), ada cara yang dapat dikerahkan untuk mengatasi deviasi sosial. Yaitu:

Internalisasi atau penanaman nilai-nilai sosial melalui kelompok informal atau formal. Lembaga-lembaga sosial, seperti keluarga dan sekolah, adalah kekuatan yang dapat membatasi meluasnya geng motor. Mekanisme pengendalian itu lazim disebut sebagai sosialisasi. Dalam proses sosialisasi itu, setiap unit keluarga dan sekolah memiliki tanggung jawab membentuk, menanamkan, dan mengorientasikan harapan-harapan, kebiasaan-kebiasaan, serta tradisi-tradisi yang berisi norma-norma sosial kepada remaja. Bahkan, hal yang harus ditegaskan adalah sosialisasi yang bersifat informal dalam lingkup keluarga jauh lebih efektif. Sebab, dalam domain sosial terkecil itu terdapat jalinan yang akrab antara orang tua dengan remaja.
Kedua, penerapan hukum pidana yang dilakukan secara formal oleh pihak negara. Dalam kaitan itu, aparat penegak hukum, seperti kepolisian, pengadilan, dan lembaga pemenjaraan, digunakan untuk mengatasi geng motor.
Keuntungannya adalah penangkapan dan pemberian hukuman kepada anggota-anggota geng motor yang melakukan tindakan kriminal mampu memberikan efek jera bagi anggota-anggota atau remaja lain.
Kerugiannya, aplikasi hukum pidana membatasi kebebasan pihak lain yang tidak berbuat serupa. Bukankah dalam masyarakat ada kelompok-kelompok pengendara sepeda motor yang memiliki tujuan-tujuan baik, misalnya untuk menyalurkan hobi automotif
Ketiga, deskriminalisasi yang berarti bahwa eksistensi geng-geng motor justru diakui secara hukum oleh negara. Tentu saja, deskriminalisasi bukan bermaksud untuk melegalisasi kejahatan, kekerasan, dan berbagai pelanggaran norma-norma sosial yang dilakukan remaja. Deskriminalisasi memiliki pengertian sebagai "kejahatan yang tidak memiliki korban". Prosedur yang dapat ditempuh adalah pihak pemerintah dan masyarakat membuka berbagai jenis ruang publik yang dapat digunakan kaum remaja untuk mengekspresikan keinginannya, terutama dalam menggunakan kendaraan bermotor. Lapangan terbuka atau arena balap bisa jadi merupakan jalan keluar terbaik.
Kehadiran geng motor merupakan fenomena sosial yang harus direspons secara proporsional oleh para sosiolog dan ahli hukum dalam mengatasi merebaknya geng-geng motor di Indonesia.


DAFTAR PUSTAKA

Wahyu, 1986, Wawasan ilmu Sosial Dasar, Surabaya: Usaha Nasional.
Radam,Nuerid, 1992. Manusia, Masyarakat dan
Anwar,Yesmil dan Adang. 2008 Pengantar Sosiologi Hukum.Jakarta:Grasindo.
Suryadi,Budi.2007.Sosiologi Politik.Jogjakarta;IRCiSoD.
Bandungnews
detik.com
pikiranrakyat.com
suaramerdeka.com
galamedia.com
facebook.com/moonrakerindonesia
Artikel Triyono Lukmantoro
Artikel Adrianus Meilala
Artikel Edi Setiadi
BRIGEZ, XTC, Moonraker (M2R), dan GBR. Sebagian besar warga Bandung langsung mengenalnya sebagai geng motor. Nama-nama itu tersebar dalam bentuk coretan cat semprot di tempat-tempat umum seperti dinding, jembatan, hingga rolling door. Ada juga yang mengenalnya dari berita-berita kriminal, baik di koran, TV, atau dari mulut ke mulut. Keempat nama itu merupakan bagian dari sejumlah klub atau geng motor yang masih eksis di Kota Bandung.

Belakangan, dua geng yang namanya masih mencuat ialah Brigez dan XTC. “Perang” geng antarkeduanya kerap terjadi. Terkadang meminta korban luka hingga korban jiwa. Mencari tahu penyebab “perang” antargeng motor, gampang-gampang susah. Ada beberapa versi pemicu awal “perang” antargeng. Dari wawancara ”PR” dengan sejumlah pentolan geng motor, semua mengerucut pada satu peristiwa antara tahun 1989 atau 1990.

Dipicu oleh pertengkaran antara Erdin (Ketua GBR saat itu) dengan Abuy (XTC), yang berujung pada perkelahian di kawasan Dago. Usai perkelahian, Abuy membawa kabur motor Yamaha RX King milik Erdin. ”Dulu, perkelahian memang antarpribadi, satu lawan satu,” ucap D’Cenk, pentolan XTC tahun 1980-an yang kini menjadi pengajar.

Keduanya lalu didamaikan anak-anak XTC lainnya. Motor milik Erdin dikembalikan, tetapi tanpa lampu depan. Saat diminta, Abuy tidak mau mengembalikannya. ”Dari sana terpatri di benak anak-anak GBR bahwa XTC musuh GBR,” tutur D’Cenk yang tidak mau ditulis nama aslinya.

Pada pertengahan tahun yang sama, suatu malam, anak-anak XTC bertemu dengan GBR di Jln. Supratman Bandung. Versi D’Cenk, GBR sepertinya telah menyiapkan peralatan “perang” di antaranya batu, samurai, kapak, balok dan lain-lain. ”Kita tidak siap apa-apa. Paling hanya double stick dan rantai,” katanya.

Geng XTC mengejar GBR dan berhenti di sekitar Gasibu. ”Mereka pura-pura kabur dan sengaja dibawa ke Gasibu. Di sana, anggota mereka yang lainnya sudah siap. Kami kelabakan karena kalah jumlah. Teman kami Arif, tertinggal. Saat kami balik lagi ke tempat itu, dia sekarat. Sebelum meninggal, dia berpesan agar kematiannya dibalas. Itulah asal muasalnya,” kata D’Cenk.

Perseteruan GBR vs XTC kian melebar dan meminta banyak korban. Suasana kian keruh ketika geng-geng itu melibatkan atau meminta bantuan geng lainnya seperti Brigez atau Moonraker. Akhirnya, semua geng saling bermusuhan dan kerap terlibat tawuran hingga saat ini.

Menganiaya korban

Selain meminta korban sesama anggota geng, tindakan mereka juga mengambil korban masyarakat biasa. Tak salah jika masyarakat menyebut geng-geng motor tersebut tidak berbeda dengan perampok atau pencuri.

Tindak kejahatan yang dilakukan sebagian besar perampasan barang berharga milik korban, seperti uang, HP, dompet, hingga motor. Dalam aksinya, mereka tak segan-segan menganiaya korban.

Salah satu yang pernah “mencicipi” aksi kriminal geng motor ialah seorang penulis lepas di harian “PR”, Agus Rakasiwi. Dadanya ditusuk senjata tajam anggota geng motor yang hendak merampas dompet miliknya.

Geng motor memang merajai jalanan di Kota Bandung. Polisi pun dilawan, dan tak berkutik. Meski jabatan Kapolwiltabes Bandung beberapa kali diganti, aksi geng motor tak pernah bisa hilang.

Dulu, biasanya di setiap geng ada anggota yang memiliki beceng alias senjata api. ”Biasanya mereka anak-anak pejabat, polisi, atau ABRI (tentara). Makanya kita berani karena ada mereka-mereka itu,” tutur Diki alias Si Rajin (Si Raja Jin), anggota Brigez tahun 1980-an.

Mantan Komandan Perang Brigez itu mengatakan, senpi itu kerap dibawa saat penyerangan, tetapi hanya untuk menakut-nakuti. ”Tetap saja kita perangnya pakai balok kayu, batu, rantai, samurai, atau stik bisbol. Dan perlu saya garis bawahi, semua itu dilakukan untuk keperluan perang geng. Bukan tindak kriminal seperti sekarang yang korbannya masyarakat,” ucap pria beranak satu yang selalu bersikap kalem ini.

Dari waktu ke waktu, keberingasan geng motor memang mengarah ke tindak kriminal murni. Sejumlah sesepuh geng motor tidak menampik bahwa geng-geng motor sekarang bisa saja dijadikan sarana peredaran narkoba. ”Dulu saja banyak bandar yang menawarkan barangnya. Waktu itu zamannya putaw sedang tren. Harus diakui, ada beberapa anggota geng yang memakainya, bahkan menjualnya ke anggota geng lainnya,” kata Ocan Brigez.

Bukan tidak mungkin, geng-geng motor itu suatu saat nanti berkembang menjadi kelompok kejahatan yang terorganisasi.

Hal itu juga diamini oleh D’Cenk. Salah satu tindak kejahatan yang pernah dilakukan XTC di zaman kepemimpinan Irvan Boneng tahun 1995, yaitu merampok toko emas di Tasikmalaya. ”Makin ke sini, saya lihat tindakan mereka makin kriminal saja. Makanya, tahun 1991 saya menyatakan keluar dari XTC. Semua atribut yang berbau XTC mulai dari jaket, kaus, dan bendera, saya bakar. Sejak itu, saya tidak mau lagi berurusan dengan geng motor. Langkah saya itu diikuti sejumlah dedengkot XTC lainnya,” ucapnya.

Oleh karena itu, dia berharap polisi berani bertindak tegas terhadap geng motor sebelum mereka menjadi kelompok kejahatan terorganisasi. Mereka memang bisa saja ”membakar” jalanan Kota Bandung dengan segala aksi kriminal, layaknya geng motor Hell’s Angels yang ”membakar” jalanan di Benua Amerika.
Moonraker adalah nama geng motor yang paling lawas di Kota Bandung. Didirikan 28 Oktober 1978, kelompok ini sekarang telah beranggotakan ribuan orang yang tersebar di wilayah Jawa Barat.

Irvan Oktavianus, salah seorang pentolan Moonraker mengatakan, awal pembentukan klub Moonraker sebagai ajang silaturahmi para bikers di Kota Bandung. Berbagai kegiatan, seperti touring maupun balapan liar. Menurut informasi yang diterima detikportal, sejak tahun 1980-an, kelompok ini sangat disegani. Sebab selain suka ngetrek di jalanan Bandung, kelompok ini sering terlibat tawuran. Beberapa anggota geng bahkan ada yang membawa senjata api (senpi). Maklum, mayoritas anggotanya adalah anak kolong (anak anggota TNI). Hal ini yang membuat masyarakat dan polisi segan berbuat macam-macam. "Bagi anak motor berkelahi adalah hal lumrah. Kelompok lain juga begitu," kata Irvan Oktavianus, yang saat ini tercatat sebagai pembalap motor nasional.

Tapi Juara I Yamaha Cup Race 1995-1998 ini membantah kalau anggota Moonraker identik dengan perkelahian semata. Sebab, imbuh Irvan, sejak tahun 1980-an anggota Moonraker sering menang dalam balapan liar yang dilakukan di jalan-jalan Kota Bandung. "Malah anggota kami banyak yang jadi pembalap nasional, semisal Benny Baong," jelas Irvan kepada detikportal.

Selain Moonraker, sejumlah geng motor juga bermunculan di Bandung. Tapi yang reputasinya setara dengan Moonraker hanya tiga geng, yakni Exalt to Coitus (XTC), Grab on Road (GBR) dan Brigade Senja (Brigez). Empat geng motor tersebut kemudian menjadi legend di Bandung. Rata-rata geng motor ini dibentuk oleh pecinta balapan liar. Awalnya jumlahnya hanya segelintir, namun makin lama makin banyak hingga ribuan anggota. Mereka tidak hanya berasal dari Bandung, melainkan dari Cirebon, Tasikmalaya, garut, Sukabumi, dan Subang. kemunculan geng-geng motor ini seakan menjadi pemandangan tersendiri di Bandung. Setiap malam di akhir pekan mereka berkumpul. Biasanya Jalan Supratman, Lodaya, Dago, atau Gasibu, jadi tempat favorit. Di tempat itu mereka kemudian adu nyali dan adu kecepatan sepeda motor. Trek yang harus dilalui para pembalap tidak melulu di jalan yang datar dan lurus. Jalan penuh liku dan menurun juga dilakoni. Untuk medan yang satu ini, para pembalap biasanya mengambil start di Lembang dan finish di Jalan Setia Budi. Nekatnya lagi, para pembalap dilarang menggunakan rem belakang. Padahal jalan yang dilalui menurun. Aksi nekat para pembalap tidak jarang memakan korban. Jangan heran kalau hampir setiap balapan selalu ada anggota geng yang tewas atau luka-luka saat balapan. Tapi mereka sama sekali tidak kapok ataupun takut."Itu sudah risiko. Makin berat tantangan makin seru Kang," Kata Ari, anggota geng XTC. Apalagi semakin tinggi risiko semakin besar taruhannya. dalam setiap sesi balapan, nilai taruhan berkisar Rp 3 juta sampai Rp 5 juta. Malah ada yang menjadikan sepeda motor sebagai taruhannya. Pembalap yang menang berhak atas sepeda motor pembalap yang kalah. Uang taruhan merupakan patungan dari masing-masing anggota geng. Dan tiap-tiap geng punya joki (pembalap) andalan, berikut mekaniknya. Di ajang balap liar ini masing-masing geng menguji kemampuan pembalap maupun settingan mesin motor. Bila menang, hasil taruhan akan digunakan untuk pesta dan bersenang-senang. Sering kali persaingan antar geng di ajang balapan liar berbuntut ke luar arena. Usai balapan, masing-masing geng tidak jarang terlibat tawuran. Masing-masing geng tidak pernah akur. Mereka bersaing dalam segala hal, baik balapan, soal reputasi ataupun keberanian. Repotnya, serangan yang mereka lakukan sering salah alamat. Sering kali mereka menyerang masyarakat yang tidak mengerti apa-apa. Alhasil, banyak sudah pengguna jalan di Bandung yang telah jadi korban kebringasan anggota geng motor, yang mayoritas usianya masih belasan tahun. Kasatreksrim Polresta Bandung Tengah AKP Andree Ghama mengatakan para pelaku kekerasan anggota geng motor yang berhasil diciduk, semua dalam keadaaan mabok. Pengaruh alkohol itulah yang membuat anggota geng, yang rata-rata masih pelajar SMP dan SMA ini bertindak brutal.

Sabtu, 14 April 2012

















Selasa, 10 April 2012




Download

Rabu, 04 April 2012

postingan kali ini saya akan menceritakan asal mula genteng jatiwangi. Bapak Uhe adalah orang yang berjasa atas pembuatan genteng jatiwangi tepatnya di desa Burujul,waktu itu bapak uhe membuat jenis genteng tradisional, karena mesin cetak untuk genteng belum ditemukan dan itu pun masih bersifat terbatas pembuatannya. setelah bpk uhe menggeluti usaha tersebut masyarakat sekitar mulai tertarik dengan apa yang dikerjakan bpk uhe,lalu bpk uhe mengajarkan cara pembuatan genteng kepada masyarakat sekitar. Setelah bpk uhe wafat beliau tidak mewariskan perusahaan pabrik gentengnya kepada anak-anaknya, hanya masyarakatlah yang mengembangkan usaha genteng tersebut sampai sekarang. Seiring berjalannya waktu pembuatan genteng secara tradisional/generasi pertama mulai ditinggalkan karena sekitar tahun 60-an bapak Ikhwan  menemukan cara pengolahan yang baik supaya kualitas genteng bagus.
Pada tahun 1962 salah satu dari Pengusaha genteng pernah di datangi oleh pendiri sekaligus mantan wakil presiden pertama RI, yaitu Bapak Muhammad Hatta. Bapak Muhammad Hatta mengunjungi salah satu pabrik genteng yang dikelola oleh Bapak Harsa,Bapak Hasra Memandu beliu berkeliling melihat suasana dan cara pembuatan genteng dan pada waktu sesi istirahat Bapak Muhammad Hatta dihidangkan air kelapa muda (dawegan=bhs.sunda) yang diambil langsung dari pohon bapak Harsa.

Pada tahun 1977 seiring bergulirnya waktu pada masa orde baru yang dipimpin oleh bapak Soeharto yang dalam programnya, yaitu PELITA. Sebagian masyarakat yang dulunya mengolah genteng secara tradisonal lalu merubahnya menjadi mesin, mungkin saja faktor program pembangunan mempengaruhi desa tersebut, karena disamping lebih cepat serta lebih ringan dalam pengolahan genteng yang dilakukan para pekerja. Sekitar pada tahun 1980 sampai tahun 2000 masyarakat yang mempunyai modal mulai membuka usaha sendiri-sendiri (individual), dikarenakan masyarakat mulai tertarik untuk merintis usahanya dan kebanyakan para pengusaha itu sendiri hanya berpendidikan SMA/SMEA ke bawah. Tak tahu kenapa para pengusaha lebih memilih untuk mengembangkan pengusahanya dari pada mencari ilmu, di karenakan menurut pemimpin sekaligus sebagai ketua Apegja mengatakan bahwa “saya sudah mengelola usaha genteng ini dan alhamdulillah maju serta mendapatkan apa yang saya dapatkan tercapai, untuk apa sekolah tinggi toh akhirnya akan mencari kerja/uang".

Tetapi ketika badai krisis ekonomi dan moneter menghantam Indonesia, masyarakat Jatiwangi pun terkena imbas. Ini diakibatkan tidak seimbangnya harga genteng dan bahan baku, naiknya upah buruh dan daya beli masyarakat yang semakin melemah. Keadaan itu diperparah oleh sepinya proyek pemerintah sehingga mengakibatkan banyaknya perusahaan yang gulung tikar . Seperti yang terjadi pada desa burujul wetan yang mana sangat kesulitan untuk memasarkan produk yang dikelola masing-masing pengusaha, pada akhirnya para pengusaha pun banyak yang kehabisan modal dan sulitnya untuk memasarkan produk genteng. Karena situasi pada saat itu belum stabil perekonomiannya, maka banyak pengusaha yang menyerah pada waktu itu, tetapi ada salah satu pengusaha genteng yang masih bertahan pada saat ini, walaupun terkena ganasnya ombak krisis global, tetapi ia masih bertahan. Walaupun ada sedikit bergejolak yang menimpa tetapi masih bisa diatasi oleh pengelolanya. Pengusaha yang masih eksis sampai sekarang, salah satunya ialah PG. Apip Indotiles.

Seperti yang ada saat ini pengusaha genteng yang berada di desa burujul wetan ada 124 pengusaha genteng baik itu genteng yang dikelola pada kalangan kecil, menengah maupun besar ( Produksi ). Produksi genteng yang dihasilkan dari para pengusaha desa tersebut beragam dari Palentong, Morando dll.Industialisasi yang dilakukan masyarakat desa Burujul wetan ternyata tidak hanya membawa pada aspek kemanfaatan saja tetapi mempengaruhi pada aspek lingkungannya juga. Seperti pengeksploitasian terhadap pohon di hutan yang ditebang untuk dijadikan bahan bakar pemanasan genteng.

 "Saya sebagai putra asli Burujul Wetan bangga atas semua pencapaian desa Burujul Wetan yang telah mengharumkan Desa Burujul Wetan dan Indonesia di negara tetangga karena genteng kami yang berkualitas tinggi.Tapi saya tidak bangga karena mengingat banyaknya pohon-pohon yang ditebang untuk dijadikan bahan bakar pembakaran, jika saja pemerintah tidak menaikan harga bahan bakar gas mungkin sampai sekarang pabrik genteng masih menggunakan BBG dan masalah eksploitasi hutan menjadi berkurang"

Senin, 02 April 2012

Indonesia adalah egeri yang kaya kaya akan keragaman suku, budaya,energi serta sumber SDM . sejak kecil saya sudah mendengar kata "indonesia itu negeri yang tidak ada duanya, negara tetangga pun iri akan negeri tercinta ini" ya memang benar tetapi dengan semua kekayaan itu rakyatnya banyak yang sengsara dan inilah bukti bahwa indonesia itu sangatlah kaya.

Indonesia mempunyai tambang emas terbesar dengan kualitas terbaik didunia.
Kandungan emas yang terdapat di tambang ini ketika pertambangan ini dibuka hingga sekarang, telah mengasilkan 7,3 juta ons tembaga dan 724,7 juta ons emas. Bahkan ketika emas dan tembaga disana mulai menipis ternyata dibawah lapisan emas dan tembaga tepatnya di kedalaman 400 meter ditemukan kandungan mineral yang harganya 100 kali lebih mahal dari pada emas, yaitu.....URANIUM! Bahan baku pembuatan bahan bakar nuklir itu ditemukan disana. Belum jelas jumlah kandungan uranium yang ditemukan disana, tapi kabar terakhir yang beredar menurut para ahli kandungan uranium disana cukup untuk membuat pembangkit listrik Nuklir dengan tenaga yang dapat menerangi seluruh bumi hanya dengan kandungan uranium disana.Freeport banyak berjasa bagi segelintir pejabat negeri ini, para jenderal dan juga para politisi nakal, yang bisa menikmati hidup dengan bergelimang harta dengan memiskinkan bangsa ini.

Indonesia mempunyai cadangan gas alam terbesar didunia,tepatnya di blok NATUNA.
Blok Natuna D Alpha memiliki cadangan gas hingga 202 TRILIUN kaki kubik!! dan masih banyak Blok-Blok penghasil tambang dan minyak seperti Blok Cepu dll.tapi sayang banyak dikelola oleh perusahaan asing seperti EXXON MOBIL.

Indonesia memiliki hutan tropis terbesar didunia.
Hutan tropis indonesi memiliki luas 39.549.447 Hektar, dengan keanekaragaman hayati dan plasmanutfah terlengkap di dunia. Letaknya di pulau Sumatera, Kalimantan dan Sulawesi. Sebenarnya jika negara ini menginginkan kiamat sangat mudah saja buat mereka. Tebang saja semua pohon di hutan itu maka bumi pasti kiamat.

Karena bumi ini sangat tergantung sekali dengan hutan tropis ini untuk menjaga keseimbangan iklim karena hutan hujan amazon tak cukup kuat untuk menyeimbangkan iklim bumi.

tetapi kian hari indonesia telah kehilangan banyak hutan tropis karena ulah penebang liar dan segelintir orang yang ingin membuka lahan untuk perkebunan sawit,jika terus dibiarkan indonesia akan menjadi kepulauan tandus.

Indonesia memiliki lautan terluas didunia
indian-ocean Dikelilingi dua samudra, yaitu Pasifik dan Hindia hingga tidak heran memiliki jutaan spesies ikan yang tidak dimiliki negara lain. Saking kaya-nya laut negara ini sampai-sampai negara lain pun ikut memanen ikan di lautan negara ini.
jangan sampai keanekaragaman ikan di indonesia hilang/punah karena banyaknya nelayan yang menggunakan bom dan racun.

Indonesia tanah tersubur didunia
Karena memiliki banyak gunung berapi yang aktif menjadikan tanah di negara ini sangat subur, terlebih lagi negara ini dilintasi garis khatulistiwa yang banyak terdapat sinar matahari dan hujan.

Jika dibandingkan dengan negara-negara Timur Tengah yang memiliki minyak yang sangat melimpah negara ini tentu saja jauh lebih kaya. Coba kita semua bayangkan karena hasil mineral itu tak bisa diperbaharui dengan cepat.

Dan ketika seluruh minyak mereka telah habis maka mereka akan menjadi negara yang miskin karena mereka tidak memiliki tanah sesubur negara ini yang bisa ditanami apa pun juga. “Bahkan tongkat kayu dan batu jadi tanaman.”

Puisi Untuk Negeri Indonesia

Apalah arti gunung-gunung tinggi menjulang
Berbaris rapi penuh keindahan
Hijau dan biru nan segar dipandang
Vila-vila berjajar tawarkan godaan
Berjibun kekayaan terpendam di dalamnya

Namun di lereng tampak setumpuk sampah
Hitam dan cokelat nan perih dipandang
Berbaris rumah tak layak tinggal
Terdengar tangis bayi kelaparan
Suara rintih ibu menahan kenyataan
Seorang ayah tak kuat lagi menahan beban
Bocah-bocah kecil berlarian tak berseragam

Gedung-gedung tinggi pencakar langit
Tertata megah hiasi metropolitan
Pejabat berseragam mulai berdatangan
Dengan mobil tanpa segaris goresan
Pulang sudah membawa uang sekarung
Dan makan hingga perut mengembung

Namun yang ada di bawah gedung itu
Gerobak kaki lima yang tak tahu nasib
Saat polisi menggerebek dan merusak
Para pemulung siap berangkat
Mendaki gunung-gunung sampah
Bocah-bocah berlarian di tengah jalan
Mendekati mobil-mobil tuk menadahkan tangan
Tanpa seragam tanpa sepatu
Hanya gitar dan gelas plastik
Buruh-buruh tetap bertahan
Walau terus sesalkan upah

Lautan biru luas terbentang menantang
Angin komandokan ombak bergulung-gulung
Datang silih berganti menepi di bibir pantai
Berjuta ikan berenang tawarkan diri
Bertriliun kekayaan tersimpan di dalam
Terumbu karang hiasi lautan
Mutiara bersinar kilaukan samudera

Namun apa yang di pantai
Perahu nelayan berjajaran siap berangkat
Nelayan siap melawan badai dan menerjang ombak
Walau di tengah lautan yang luas
Nyawa jadi taruhan demi mencari secuil kekayaan lautan
Kail dan jala masih tidak cukup menghidupi mereka
Apa arti indahnya biru lautan
Jika mereka tak bisa beri makan keluarga
Anak-anak masih bersepatukan pasir dan berpensil pancing

Inilah negeri kita..
Yang katanya kaya tapi sengsara..
Dewan Harian Nasional Angkatan 45 mencatat, sepuluh pejuang kemerdekaan meninggal dunia setiap hari karena usia lanjut. Sementara bagi bekas pejuang yang masih hidup, mereka ternyata harus berjuang melawan kemiskinan. Seperti apa kisah hidup para pejuang yang tersisa? Reporter KBR68H Ikhsan Raharjo menemui mereka di saat peringatan Hari Kemerdekaan.

Momen Tak Terlupakan

Sebuah lakon drama sedang dipentaskan di Gedung Joeang ’45 Menteng, Jakarta. Drama itu dimainkan oleh sekelompok anak muda. Mereka memerankan tokoh-tokoh kemerdekaan seperti Soekarno, Hatta, Wikana, dan Sukarni. Dialog berisi perdebatan yang terjadi antara Sukarno-Hatta dengan para pemuda pejuang tentang kapan saatnya Indonesia harus memproklamirkan kemerdekaan.

Ratusan penonton menyaksikan adegan demi adegan dengan khidmat. Yang paling serius menonton adalah 150-an bekas pejuang angkatan 45. Mereka khusus diundang pada acara ini oleh Pengurus Gedung Joeang ’45.

Beberapa dari bekas pejuang itu matanya terlihat berkaca-kaca. Mereka seperti mengingat kembali kejadian 66 tahun silam.

Cholil misalnya. Pria asli Betawi itu masih ingat betul detik-detik menjelang proklamasi. Saat itu, Cholil yang masih berusia 18 tahun diperintah komandannya untuk menjaga keamanan di daerah Kebayoran Baru, Jakarta.

“Saat itu BKR (Badan Keamanan Rakyat-red) masih siaga melawan Jepang. Meski kan Jepang udah menyerah kalah. Jepang kan di bom atom. Jepang sebenarnya sudah tidak melawan, tapi kita tetap waspada”, kenang Cholil.

Pengalaman yang hampir sama juga dialami Johny Julius Pyoh. Ketika itu usianya masih 17 tahun. Johny berstatus pelajar MULO atau sekolah lanjutan tingkat pertama.

“Saat pembacaan proklamasi, saya ada di belakang, di rumahnya Fatmawati. Karena menjaga dari belakang kalau ada kereta api pasukan Belanda dan Jepang. Pokoknya musuh kita itu Belanda dan Jepang. Situasi masih gawat. Presiden (Sukarno-red) saja masih takut”, cerita Johny yang menanggalkan cita-cita menjadi guru demi perjuangan.

Lain halnya dengan Kasiyah Supadmo. Saat pembacaan proklamasi kemerdekaan dia sedang bertugas sebagai perawat di Rumah Sakit Majalaya, Jawa Barat. Usianya baru 22 tahun. Tugasnya keluar-masuk hutan merawat pejuang yang terluka.

“Ya pokoknya mendampingi tentara tugas. Kalau di dalam hutan, dokter di dalam pos saja. Tapi kalau saya dan perawat lain mengikuti (tentara). Perawat perempuan cuma saya sendiri. Saya merawat luka tembak dan sakit. Pokoknya saya itu mati senang, hidup senang.”

Kisah-kisah heroik tadi harus selalu dikenang oleh masyarakat. Begitu kata Ketua Panitia Peringatan Proklamasi Kemerdekaan dari Gedung Joeang 45, Bayu Niti Permana.

“Kita ingin mengangkat peristiwa ini sebagai sebuah ajang untuk mengingat sejarah masa lalu. Jangan sampai kita melupakan sejarah. Satu malam itu adalah satu peristiwa penting yang harus diingat anak bangsa. Bahwa segala sesuatu yang dipersiapkan sematang mungkin belum tentu berjalan mulus. Tapi dalam waktu satu malam saja itu bisa berubah. Dan itu memang harus diperjuangkan. Kalau bukan sekarang, kapan lagi?”

Selain drama, Gedung Joeang 45 juga menggelar pawai napak tilas proklamasi kemerdekaan. Peringatan ini rutin dilakukan sejak 1980-an.

Jalan Menteng Raya di depan Gedung Joang 45 dipenuhi seribuan orang. Mereka dari kalangan pelajar, pramuka, perwakilan daerah, serta komunitas-komunitas pencinta sejarah. Bersama para veteran pejuang, mereka akan berpawai dari Gedung Joeang 45 hingga ke Tugu Proklamasi yang berjarak sekitar tiga kilometer.

Hari itu para pejuang angkatan 45 begitu dielu-elukan masyarakat. Tapi di balik itu, sebagian dari mereka masih harus berjuang melawan kemiskinan.

Terjajah Kemiskinan

Pagi 17 Agustus lalu, rumah Ilyas Karim lebih ramai dari biasanya. Ilyas tinggal di pinggir rel kereta api di Kalibata, Jakarta. Sesekali kaca jendela rumahnya bergetar ketika kereta api melintas.

Seharusnya hari itu Ilyas mengikuti upacara bendera di Istana Merdeka. Namun, ia menolak datang. Ilyas terlanjur kecewa kepada Presiden Yudhoyono karena mengingkari janji pada pejuang.

“Waktu SBY saya diundang tapi saya ndak mau karena dia pembohong kepada saya. Saya datang hanya ke undangan Gubernur DKI Jakarta di Monas. Dulu (SBY-red) pernah janji mau bantu kami pejuang (Divisi-red) Siliwangi. Dia pernah datang ke kantor saya. Dia bilang, “Pak saya mau mencalonkan jadi presiden. Saya minta bantu karena bapak orang Siliwangi dan banyak temannya.” Lalu saya bilang, “Nanti kalau menang jadi presiden jangan lupa sama pejuang”. Tapi kenyataannya dia tidak mau tahu dengan pejuang. Dia ingkar janji, makanya saya tidak ikut pengibaran bendera di istana.”

Darnis, istri Ilyas Karim, mengaku terpaksa meminta bantuan dari anak-anaknya tiap bulan. Kata Darnis, tunjangan pensiun suaminya tak cukup untuk kebutuhan sehari-hari. Ilyas menerima tunjangan pensiunan tentara dari kesatuan Angkatan Darat.

“Anak-anak membantu. Kalau dari bapak, berapa lah pensiunnya. Bayar telepon dan lampu saja sudah banyak sekali habisnya. Jadi ibu kalau dikasih bapak berapa saja diterima. Tapi Ibu tidak pernah tanya. Sampai untuk beli beras sekarung saja ibu cuma dikasih bapak Rp 500 ribu. Kalau kita tidak ada tamu tahan dua bulan beras sekarung itu. Kan yang besar itu uang lauk pauknya.”

Ilyas dan Karim juga terancam harus angkat kaki dari rumah kecil yang mereka huni sejak 26 tahun lalu. Ini menyusul kabar, rumah itu bakal digusur oleh PT Kereta Api Indonesia. Ilyas mengadukan hal itu ke Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo. Hanya janji-janji yang ia terima.

“Untuk bapak akan saya usahakan rumah nanti. Saya bukan anak-anak. Kalau anak-anak dikasih permen, berhenti nangis. Kalau saya sudah tua. Lebih tua dari Gubernur. Kalau Gubernur ingin mengusahakan rumah kepada saya, tapi anak buahnya mengusir saya. Ke mana barang akan saya bawa? Kalau gubernur ikhlas, kasih saja kunci rumah. Baru saya yakin. Tapi saya tidak yakin sama pejabat sekarang.”

Sekitar pukul 10 pagi, Ilyas dan isterinya dijemput seseorang dengan mobil. Mereka akan menghadiri undangan dari perusahaan pengembang apartemen di seberang rumah mereka.

Ternyata hari itu Ilyas mendapatkan satu unit apartemen di kawasan Kalibata. Ini adalah penghargaan dari perusahaan itu atas jasa-jasa Ilyas Karim.

Dia dianggap berjasa karena menjadi pengibar bendera merah putih saat pembacaan teks proklamasi 66 tahun lalu. Kepada KBR68H, Ilyas menunjukkan foto peristiwa tersebut. Dia mengaku sebagai pria bercelana pendek dengan posisi membelakangi kamera.

“Yang pakai topi itu teman saya Sudanco (Komandan-red) Singgih. Orang Jawa. Tentara PETA (Pembela Tanah Air-red). Ini saya yang celana pendek. Ada tulisan di bawahnya. Ini yang celana pendek saya ini. Ini ibu Fatmawati.”

Namun menurut sejarawan Bonnie Triayana, pengakuan Ilyas Karim perlu dicek dan diteliti lebih jauh. Pasalnya, ada beberapa keterangan yang dianggap Bonnie meragukan.

Misalnya, pengakuan Ilyas yang bermalam pada 16 Agustus 1945 di Gedung Joeang, atau saat itu disebut Menteng 31. Gedung itu dulu menjadi markas pemuda-pemuda berideologi kiri. Sementara Ilyas juga mengaku dia bergabung dengan pejuang dari kalangan Pemuda Islam.